SURABAYA - Saat ini, istilah “nanopartikel” bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena memang sedang marak iklan atau promosi baik obat konvensional maupun obat herbal dalam bentuk sediaan obat nanopartikel. Sebenarnya apa sih yang disebut dengan sediaan nanopartikel dan mengapa obat herbal dibuat dalam bentuk sediaan nanopartikel?
Sediaan nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron dan menunjukkan sifat khasnya pada ukuran diameter di bawah 100 nm. Sediaan nanopartikel obat, harus terkandung obat dengan jumlah yang cukup di dalam matriks pada tiap butir partikel, sehingga memerlukan ukuran yang relatif lebih besar dibanding nanopartikel non-farmasetik. Secara umum disepakati bahwa nanopartikel merupakan partikel yang memiliki ukuran di bawah 1 mikron.
Mengapa obat herbal dalam bentuk sediaan nanopartikel? Hal ini disebabkan karena, ekstrak tersebut mengandung berbagai macam senyawa sehingga kemungkinan bisa terjadi kompetisi pada proses absorbi dan akan menyebabkan absorbsi bahan aktif di gastrointestinal menurun. Oleh karena formulasi bentuk sediaan obat dan sistem penghantaran bahan aktif memegang peranan penting dalam menetukan efek terapeutiknya. Berbagai riset telah dikembangkan untuk memperbaiki formulasi dan sistem penghantaran yang bertujuan untuk meningkatkan kadar bahan aktif sampai ke target organ, salah satunya adalah dengan penghantaran bahan aktif dalam sistem nanopartikel
Pengembangan terkini sistem nanoemulsi untuk aplikasi oral melalui saluran gastrointestinal adalah teknologi auto-emulsifikasi (Self-nanoemulsifying drug delivery systems/SNEDDs). Konsep dari teknologi ini adalah formulasi antara minyak, surfaktan, dan kosurfaktan yang mengandung obat. Sistem ini selanjutnya akan masuk ke saluran cerna dan bercampur dengan cairan usus yang mengandung air. Ketika formula bercampur dengan cairan usus, maka akan terjadi emulsifikasi spontan yang menghasilkan globul berukuran nanometer.
Daun Singawalang secara empiris digunakan oleh masyarakat untuk menurunkan kadar gula darah dan pada penelitian oleh Mustika, dkk menunjukkan bahwa ekstrak daun singawalang dapat menurunkan kadar gula darah pada model hewan coba tikus diabetes melitus.
Untuk meningkatkan efektifitas terapi dan untuk menurunkan dosis obat herbal tersebut, maka dibuatlah sediaan nanopartikel yang disebut dengan “Self Nano-autoemulsification Drug Deliveru System (SNEDDS)” ekstrak daun Singawalang.
Baca juga:
Gempa Magnitudo 4,0 Guncang Sumenep Hari Ini
|
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mustika dkk, menunjukkan bahwa SNEDDS ekstrak daun Sinagawalang dapat menurunkan kadar gula darah dengan dosis yang lebih kecil pada model hewan coba tikus diabetes melitus.
Pada penelitian terebut juga menunjukan bahwa pada dosis 50 mg/kgBB dan dosis 100mg/kgBB nilai HOMA IR 2, 6 dan 3, yaitu normal atau tidak ada resistensi insulin. Sedangkan pada model model tikus diabetes yang tidak mendapat terapi nilai HOMA IR nya adalah 6, 8 yang artinya terjadi resistensi insulin dan pada kelompok yang memperoleh terapi metformin nilai HOMA IR nya adalah 3, 3 yang artinya adalah ambang batas.
Mekanisme kerja SNEDDS ekstrak daun singawalang dapat menurunkan nilai HOMA IR, diduga melalui kemampuan ekstrak tersebut untuk menurunkan proses inflamasi. Pada penelitian tersebut juga membuktikan bahwa sediaan tersbeut dapat menurunkan kadar Interleukin-6 dan tumor necrosis factor alpha. Kedua sitokin tersbeut adalah sitokin yang mempunyai peranan penting pada proses inflamasi.
Hasil ini menunjukkan bahwa SNEDDS ekstrak daun singawalang berpotensi untuk dijadikan sebagai bagian tatalaksana terapi diabetes melitus. Pengembangan kearah fitofarmaka perlu dilakukan dengan melaksanakan uji klinis pada manusia, sehingga bukti ilmiah akan menjadi lebih kuat untuk memasukkan tanman tersebut dalam tatalaksanan diabetes melitus.
Penulis: Arifa Mustika, Nurmawati Fatimah dan Gadis Meinar Sari